Ada tiga orang putri kakak - beradik. Entah mengapa putri sulung sangat benci kepada putri bungsu. Ketika dewasa ketiga putri ini menikah dengan tiga saudagar. Ketiganya memiliki istana dan masing-masing hidup dengan kekayaan yang mereka peroleh dari suami mereka.
Di awal pernikahan, putri sulung memiliki istana paling megah dan kekayaan terbesar. Putri kedua memiliki istana yang sedang dan kekayaan yang cukup. Sementara putri bungsu memiliki istana terkecil dan kekayaan seadanya. Putri bungsu tidak pernah mengeluh, sementara putri sulung selalu menyombongkan diri dan merasa paling pandai mengatur kekayaan. Putri kedua diam - diam merasa iri kepada kakak sulungnya dan merasa kasihan pada nasib adik bungsunya.
Setelah beberapa waktu berlalu, ternyata suami putri sulung memiliki hutang yang sangat besar sehingga istananya harus dijual, tetapi setidaknya mereka masih memiliki kekayaan. Sementara suami putri bungsu lambat - laun memperoleh kejayaan, sehingga mampu memiliki istana yang lebih besar dan bahkan lebih bagus dari milik putri sulung yang dahulu.
Putri sulung yang sejak kecil memendam benci pada adiknya, kini kian dengki. Dengan pongah ia mengatakan, “Aku sudah pernah memiliki istana yang besar dan itu membutuhkan biaya banyak. Sekarang aku tidak memiliki istana, namun kekayaanku masih cukup tujuh turunan.”
Tak lama kemudian kekayaan putri sulung juga habis dikarenakan lagi - lagi saudagar yang menjadi suaminya bangkrut. Sehingga putri sulung kini tidak memiliki istana, pun juga tak memiliki kekayaan. Adapun putri bungsu tetap merawat istananya yang megah dan terus mendapat limpahan kekayaan dari suaminya yang pandai dan tekun.
Putri kedua kini tersadar dan terus merasa bersyukur. Istananya memang tidak semegah milik kakaknya dahulu ataupun seindah milik adiknya sekarang, tetapi ia juga tidak pernah kehilangan istana maupun kekayaan. Sedikit - banyak, besar - kecil, selain Tuhan adakah yang tahu garis nasib kehidupan? Jangan selalu melihat keatas dan jangan pula selalu meremehkan yang dibawah!
kompasiana