
Alkisah di sebuah kampung bernama Desa Masi, tinggallah seorang jawara yang sangat ditakuti bernama Purbowo. Badannya tegap berotot, suaranya berat, wajahnya dingin menakutkan. Siapapun yang bertemu dengannya tidak akan memiliki keberanian, bahkan hanya untuk menatap wajahnya sekalipun.
Sejatinya, Purbowo adalah anak tokoh terhormat di Desa itu, tetapi entah mengapa ia terjerat kehidupan jawara yang penuh dengan kekerasan. Emosinya yang tidak stabil mebuatnya mudah marah kepada orang-orang yang tidak dikehendakinya. Setiap ada keributan di Desa, selalu melibatkan dirinya. Sampai suatu ketika, Purbowo mengalami titik balik dalam hidupnya. Entah angin apa yang membuatnya ingin berhenti menjadi jawara dan segera mencari pekerjaan apa saja untuk menghidupi dirinya secara normal.
Kebetulan di Desa Masi sedang membutuhkan seorang penggali kubur. Pak Yono penggali kubur tetap di Desa Masi sudah sepuh dan tidak kuat lagi melakukan pekerjaanya, ia minta pensiun. Kesempatan ini langsung diambil Purbowo. Iapun segera memasukkan lamarannya, dan diterima!
Belasan tahun sudah Purbowo menjalani profesinya sebagai penggali kubur, waktu seakan telah mampu menghapus memori kolektif masyarakat Desa tentang masa lalunya yang suram sebagai Jawara kampung. Tetapi sifat watak keras, pemarah dan menangan yang melekat didirinya belum mampu ia buang jauh-jauh.
Suatu ketika, beredar desas-desus tentang keberadaan harta karun berupa Mahkota Raja Bertahta Emas Permata yang tertimbun dalam salah satu kuburan warga desa. Entah siapa yang pertamakali menghembuskan isue tentang harta karun tersebut, tetapi toch sampai juga ke telinga Purbowo.
Purbowo-pun ingin menjadi satu-satunya orang yang memiliki harta karun berupa Mahkota Raja Bertahta Emas Permata tersebut. Berbagai intrik dilakukan, pokokya harus saya yang mendapatkan harta karun itu! Demikian tekad dan ambisi Purbowo yang sudah tidak bisa dibendung lagi.
Selain Purbowo, sebenarnya beberapa pemuda kampung juga mengetahui berita tentang dan ingin juga mendapatkan harta karun tersebut. Salah satunya adalah si kurus pemuda desa bernama Mat Rawi. Seperti halnya Purbowo, Mat Rawi tampaknya juga sangat ingin mendapatkan harta karun tersebut.
Persaingan tidak bisa dihindarkan. Purbowo dan Mat Rawi segera terlibat dalam sebuah kompetisi yang sengit. Berbagai cara digunakan untuk saling menghambat kesempatan masing-masing dalam mendapatkan harta karun tersebut. Dari yang biasa-biasa saja sampai yang luar biasa, awalnya cara baik berlanjut dengan cara-cara kotor yang tidak sepatutnya. Namun Purbowo diuntungkan dengan posisinya sebagai penggali kubur, karena dengan demikian ia memiliki peluang yang lebih besar untuk bisa melakukan penggalian terlebih dahulu sewaktu-waktu.
Malam itu, berbekal lampu senter dan skop, Purbowo mulai menggali lokasi kuburan yang diyakini terdapat harta karun di dalanya. Purbowo terkesiap membaca nama pada papan nisan tua dari batu gunung itu. Tertulis nama Masi Adilun! Ternyata lokasi harta karun tepat dibawah maka pendiri Desa Masi, bernama Masi Adilun!
Dinginnya malam seakan terkalahkan oleh hawa keringat tubuh Purbowo. Dalam kegelapan suara binatang malam dan aroma kembang kamboja menemani Purbowo menggali bongkah demi bongkah tanah. Purbowo terus mengali dan menggali semakin dalam. Sampai akhirnya ia terlambat menyadari bahwa harta karun itu tidak pernah ia temukan. Padahal sudah sulit baginya untuk naik ke permukaan karena kedalaman lubang sudah terlanjur mencapai 7 meter. Pada saat yang sama, air tanah terus mengalir dan mulai mengisi lubang yang digalinya.
Struktur tanah pasir yang labil, pelan namun pasti longsor terjadi, terus terjadi sampai akhirnya menimbun tubuh Purbowo. Teriakan minta tolong tidak lagi terdengar karena tenggela dengan suara hiruk pikuk warga Desa Masi yang mengelu-elukan Mat Rawi yang telah berhasil menemukan Mahkota Raja Bertahta Emas Permata itu. Sementara, Purbowo akhirnya terjebak, tenggelam dan terkubur didalam lubang yang digalinya sendiri.
kompasiana