Join Ardo's empire

Harimau Sang Penolong

Hari kian panas. Penguasa hutan sedang beristirahat di bawah pohon rindang untuk melepas lelah. Setelah perjalanan jauh mencari makan.

Bentuk matanya yang tajam, wajahnya yang sangar seakan ingin menerkam. Siapa mengira bahwa harimau ini memiliki sifat penyayang dan pelindung terhadap binatang-binatang lemah yang ada di hutan ini.

Kisah Pak Robocop

ROBOCOP adalah polisi cyborg. Dia adalah lulusan AKPOL (akademi polisi longor)* angkatan 1987. Siapa dia sebenarnya masih menjadi misteri. Banyak rumor mengatakan bahwa dia adalah ronaldo brazil, Dedy Corbuzier, Ipin Upin, entah Opie Kumis atau Pak Ogah, tapi yang jelas si robocop itu adalah bapakmu bhhahaha.

Sejak kecil dia hobinya main robot-robotan, nyolong mainan robot, cabe-cabean sama robot& yg paling sering adalah dikejar robot gedek. Dia pernah masuk pesantren namun malah menjadi satpam, pernah melamar jadi gadget namun menjadi HP china, pernah melamar di minimarket dan menjadi mesin kasir, dan ke indonesianidol malah menjadi Husein alatas.

Kisah Istana Tiga Putri



Ada tiga orang putri kakak - beradik. Entah mengapa putri sulung sangat benci kepada putri bungsu. Ketika dewasa ketiga putri ini menikah dengan tiga saudagar. Ketiganya memiliki istana dan masing-masing hidup dengan kekayaan yang mereka peroleh dari suami mereka.

Di awal pernikahan, putri sulung memiliki istana paling megah dan kekayaan terbesar. Putri kedua memiliki istana yang sedang dan kekayaan yang cukup. Sementara putri bungsu memiliki istana terkecil dan kekayaan seadanya. Putri bungsu tidak pernah mengeluh,

Si Belang Sang Pemburu Takhta



Alkisah disebuah Kerajaan Wana gung liwang liwung. Sang Raja Hutan sedang termenung memikirkan siapa yang layak menggantikan dirinya duduk di singgasana yang sebentar lagi akan ditinggalkannya. Meski tidak rela takhta itu dilengserkan kepada penggantinya, namun karena terhalang oleh peraturan, maka beliau terpaksa harus lengser keprabon. Lebih khawatir lagi jika penggantinya kelak tidak sekualitas beliau. Itulah yang menjadi alasan kegalauan beliau.

*****

Disuatu tempat dibawah pohon rindang, Si Belang sedang berbincang hangat dengan sesama hewan buas lainnya. Membicarakan tentang siapa yang pantas dan layak menggantikan Sang Raja Hutan tua, yang tak lama lagi akan meyerahkan kursi gadhing dhampar kencananya itu.

“Bagaimana, kalau saya yang menjadi raja hutan, dan engkau sebagai patih” ujar si Beruang pada si Belang.

Kisah Negeri Tanah Surga



Pada suatu masa hiduplah satu bangsa di suatu wilayah kepualauan. Penduduknya hidup dengan aman, nyaman, tentram, adem- ayem. Mereka saling sayang menyayangi, saling menghormati, saling tenggang rasa, saling empati satu sama lainnya, tanpa pamrih dan tanpa maksud-maksud tersembunyi. Kegemaran mereka ialah bergotong-royong. Tidak ada yang menganggap dirinya atau kelompoknya lebih super dari yang lain. Sebaliknya, semua merasa setara, duduk sama rendah berdiri sama tinggi.

Penduduk negeri itu jauh pula dari usaha mengkotak-kotakkan diri, meski menyadari ada perbedaan diantara mereka sendiri-sendiri. Bagaikan pelangi, perbedaan itu memperindah penampilan mereka di mata bangsa lain. Perbedaan-perbedaan di antara penduduk negeri yang besar itu adalah kekayaan yang tak ternilai harganya, yang membuat iri bangsa-bangsa tetangga.

Kepiting yang Baik Hati


Alkisah, dalam sejarah perbinatangan, kepiting sering dijuluki binatang yang suka sekali menggigit binatang lain. Akibatnya, kepiting sering dijauhi oleh binatang lainnya. Hal ini bukan tidak diketahui kepiting. Dia paham benar dengan sikap binatang lainnya.Mereka sering mencibirkan bibir manakala berjumpa darat dengan kepiting. “Ah, ini lagi dia, suka menggigit, tetapi tidak mau digigit”, gumam si udang sekali waktu.

Thomas dan Sapi Berjenggot



Di sebuah desa yang subur dan kaya akan hasil alamnya, hidup seorang pengembala bernama Thomas. Ia tinggal disebuah gubuk tua yang terbuat dari bilik bambu. Thomas tinggal seorang diri, ayah dan ibunya sudah lama meninggal dunia. Satu-satunya keluarga yang ia miliki hanyalah seekor sapi jantan berjenggot. Sapi berjenggot itu sudah dipeliharanya sejak kecil dan kemanapun Thomas pergi, sapi itu selalu dibawanya.

Sehari-hari Thomas bekerja di peternakan sapi milik Paman Ronald. Ia bertugas memberi makan, memandikan, dan memelihara sapi-sapi. Jika sedang mengurus sapi-sapi tersebut, Thomas mengikat sapi berjenggotnya di pohon sebelah kandang. Thomas sangat bersyukur bisa bekerja di pertenakan Paman Ronald, selain karena ia bisa mendapatkan uang, ia tidak perlu repot mencari makanan untuk sapinya lagi karena Paman Ronald memiliki banyak persediaan rumput.

Arti Sebuah Kesetiaan


1405574579588670577








Kesetiaan adalah kesempurnaan



Ini adalah kisah seseorang yg ingin menciri kesempurnaan dalam kehidupanya , iya adalah seorang laki laki sangat tampan , kaya , dan dia adalah idaman semua wanita . Wanita yang ingin dicarinya adalah wanita Cantik dan sempurna dan juga wanita sempurna itu akan dijadikan jodohnya. Dia mencari wanita itu sampai ke pelosok tapi tak seorangpun wanita yg sempurna ditemuinya , dan pada suatu hari dia pergi ke sebuah desa yg pemandanganya sangat indah ,

Tuhan Telah Menjadikan Aku Boneka dan Bukan Manusia



Tuhan…

Aku sungguh takut hidup di dunia ini,melebihi rasa takutku jika hidup di akherat nanti.Aku benar-benar takut Tuhan.Banyak masalah yang sedang kuhadapi dan kurasakan sangat berat.Sepertinya aku sudah tak kuat lagi .Aku ingin segera bisa menghilang dari dunia ini Tuhan,aku ingin mati.Agar otakku juga mati.Kuyakini dengan otak yang mati aku tak lagi teringat semua masalah yang sedang kuhadapi.Dan lagi ,aku ingin rasa hatiku ini juga mati,supaya aku tak disiksa dari perasaanku sendiri.Dari perasaan bersalah,menyesal,merasa tak berharga,merasa malu yang mendalam sebab banyaknya kekurangan dari dalam diri ini.

Aku tak tau,dimana tempat pelarian yang pantas untukku Tuhan…

Kisah Purbowo Si Penggali Kubur




Alkisah di sebuah kampung bernama Desa Masi, tinggallah seorang jawara yang sangat ditakuti bernama Purbowo. Badannya tegap berotot, suaranya berat, wajahnya dingin menakutkan. Siapapun yang bertemu dengannya tidak akan memiliki keberanian, bahkan hanya untuk menatap wajahnya sekalipun.

Sejatinya, Purbowo adalah anak tokoh terhormat di Desa itu, tetapi entah mengapa ia terjerat kehidupan jawara yang penuh dengan kekerasan. Emosinya yang tidak stabil mebuatnya mudah marah kepada orang-orang yang tidak dikehendakinya. Setiap ada keributan di Desa, selalu melibatkan dirinya. Sampai suatu ketika, Purbowo mengalami titik balik dalam hidupnya. Entah angin apa yang membuatnya ingin berhenti menjadi jawara dan segera mencari pekerjaan apa saja untuk menghidupi dirinya secara normal.

Mimpi Seorang Maling

Temaram lampu berwarna biru senyap itu menderu menggrayangi mata Susito. Dalam ruangan berukuran 2×3 meter itu terdapat sebonggol kepala yang dibungkus rambut tipis lumayan panjang. Giginya kuning tua bergaris-garis seperti warna seng yang berkarat. Kepulan asap rokok yang tak dimatikan dengan sempurna itu seperti dengusan asap naga yang baru saja selesai memantikkan api. Mungkin ia tergesa-gesa waktu mematikannya ke dalam asbak batok kelapa coklat itu, berserabut, serabut yang bergelombang. Sesosok lelaki buta warna itu memiliki nyawa, dan jiwa yang panas, tapi terkadang merintih kesakitan terhimpit jaman yang semakin dingin, sinis, dan angkuh.

Selembut Angin Senja di Juhu

“Sudah siap?” tanya Hendro pada Utari.

“Sudah Mas. Berangkat sekarang?” tanya Utari sambil membetulkan hijabnya. Menyematkan bross berbentuk bunga krisan di bahu kirinya lalu memeriksa lagi riasan wajahnya.

“Iya, sekarang aja Jeng. Hari ini hari Holi. Jalanan Mumbay akan sangat padat. Kalau tak berangkat pagi, kita akan terjebak lautan manusia yang memenuhi jalan. Ayo! Udah cantik kok.”

Hendro kemudian meraih tangan Utari dan menggenggamnya erat. Dipandangnya pantulan wajah mereka di cermin. Istrinya memang masih nampak pucat akibat sakit beberapa bulan lalu. Tapi wajahnya sudah mulai bersinar kembali. Kasih sayang dan perhatian Hendro padanya rupanya menjadi penyemangat untuk segera sembuh dan melanjutkan hidup.

Israel tidak akan hentikan serangan ke Gaza meski hadapi tekanan

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kemarin mengatakan negaranya tidak akan tunduk pada tekanan internasional untuk menghentikan agresi militer ke Jalur Gaza.

"Tidak ada tekanan internasional yang akan menghalangi kami bertindak dengan kekuatan penuh," kata Netenyahu di sebuah jumpa pers, seperti dilansir kantor berita Xinhua, Sabtu (12/7).

Bukti kebiadaban Zionis


Untuk kesekian kalinya Israel mempertontonkan kebiadaban mereka terhadap penduduk Palestina, terutama di Jalur Gaza. Perang baru meletup - yang ketiga - sejak mereka mundur dari wilayah seluas 360 kilometer persegi itu.

Tentu saja konflik bersenjata ini mengakibatkan jatuhnya korban warga sipil. Tiga hari sejak operasi militer bersandi jaga Perbatasan dilangsungkan, Israel telah membunuh hampir seratus orang dan melukai lebih dari 700 lainnya.

Nabang Si Penunggang Paus

Pada suatu masa saat pulau Andalas dipimpin oleh Sultan Alam, datanglah raja dari Negeri Penyu bernama Si Meulu, menjumpai Sultan Alam, “Sultan Alam yang perkasa, hamba datang ke isatana tuan untuk mengadukan permasalahan yang sedang kami hadapi”, jelas Raja penyu Si Meulu dengan air mata berlinang.
“Wahai Raja Penyu sahabatku sampaikanlah apa yang menyebabkan engkau gelisah dan bersedih“, pinta Sultan Alam.
“Negeri hamba, pulau penyu, sudah tidak aman lagi, seekor naga raksasa bernama Smong telah menyerang dan membunuh rakyat hamba, setiap hari ada korban yang jatuh, sebagian rakyat hamba sudah mengungsi kepenjuru dunia karena khawatir akan dimangsa oleh Smong si naga raksasa itu”, jelas Raja Penyu sambil menangis.
Sultan Alam terpukul mendengar penderitaan rakyat dari kerajaan penyu, beliau sangat sedih atas kejadian tersebut. “ Sahabatku, aku akan membantu Kerajaan Penyu mengusir naga Smong tersebut”, janji Sultan Alam dengan suara bergetar.

Legenda Telaga Bidadari

Telaga itu tidak seberapa lebar dan dalam, kurang lebih tiga meter panjangnya dan dua meter lebarnya dengan kedalaman dua meter. Airnya Bening dan jernih, tidak pernah kering walau kemarau panjang sekalipun. Letaknya di atas sebuah pematang, di bawah keteduhan, kelebatan, dan kerindangan pepohonan, khususnya pohon limau. Jika pohon-pohon limau itu berbunga, berkerumunlah burung-burung dan serangga mengisap madu. Di permukaan tanah itu menjalar dengan suburnya sejenis tumbuhan, gadung namanya. Gadung mempunyai umbi yang besar dan dapat dibuat menjadi kerupuk yang gurih dan enak rasanya. Akan tetapi, jika kurang mahir mengolah bisa menjadi racun bagi orang yang memakannya karena memabukkan.

Dongeng Kancil dan Siput

Seekor kancil berpapasan dengan seekor siput di pinggir kali. Kancil yang sombong meledek siput, betapa lambannya, betapa tak bisa cepatnya.

"Oiya, beranikah kau adu balap lari denganku?" si kancil berkata. Dia tahu siput pasti menolak, karena tak mungkin bisa menang.

Di luar dugaan, siput menerima tantangan itu. Keduanya pun menantikan hari H. Selama itu, siput membuat sebuah strategi dengan mengumpulkan rekan-rekan sesama siput. Siput mengajak teman-temannya mempermalukan kancil. Cara sepanjang sisi sungai, siput berbaris rapi. Jika kancil memanggil, maka siput yang ada di depan kancil harus menjawabnya.

Hari H pun tiba. Banyak penghuni hutan menonton adu lari itu. Kancil dan siput sudah bersiap-siap di garis start.

"Apa kalian sudah siap?" tanya pemimpin adu lari kepada Kancil dan siput. Keduanya mengangguk. "Mulai!"

Cerita dongeng kancil dan siput
anak12bangsa.blogspot.com

Keduanya langsung lari. Kancil langsung berlari secepatnya mampu. Setelah beberapa jauh, napas kancil mulai terengah-engah. Dia akhirnya berhenti. Memanggil kancil, "Put, siput?"

"Ya, aku di sini," sahut siput, bergerak dengan lamban di depan kancil. 

Kancil kembali berlari sekuat tenaga. Ketika lelah, kancil berhenti sambil memanggil siput lagi. Dia mengira pasti siput ada di belakangnya. Rupanya, dugaan kancil salah. Siput yang sudah punya strategi selalu menjawab di depan kancil.

Kancil berlari kembali. Lebih cepat, dan lebih cepat lagi. Hingga akhirnya dia menjadi lelah sendiri. Kelelahan itu membuat kancil akhirnya menyerah. Semua penghuni hutan yang menontonnya pun terkejut. Siput menyambut kemenangannya.

Pelangi yang Bersemayam

Desiran angin malam ini sungguh begitu dingin, menusuk hingga kalbuku. Malam itu aku, seorang diri, tenggelam dalam pemandangan polos langit yang kelam. Tiada bintang-bintang menemaniku, hanya aku seorang diri. Malam itu aku teringat seseorang karena surat yang baru saja kutemukan dalam catatan pribadi lamaku. Surat itu dari seorang gadis, teman sekolahku ketika SMA dulu. Kutemukan surat itu terselip di dalamnya beberapa hari setelah aku menemukan buku catatanku yang sempat hilang itu.
Malam itu entah kenapa tubuhku bergerak sendiri mengacak barang-barang lamaku dan kemudian mataku tertuju pada sebuah buku catatan kusam. Buku itu ternyata catatan pribadiku sewaktu sekolah dulu. Di dalamnya aku menemukan sebuah amplop berisikan surat. Kubawa surat itu untuk menemaniku memandangi langit di atap rumah. Memandangi langit malam memang menjadi favoritku. Aku baru sadar bahwa semenjak buku itu dulu hilang dan beberapa hari kemudian ketemu, belum pernah kusentuh surat itu. Surat itu dalam sekejap membawaku terbang jauh ke dalam kenangan lamaku. Membenamkanku pada memori terindah yang pernah kuingat. Suasana dingin malam itu membuatku terbenam semakin dalam, hingga tanpa sadar aku sudah berada di dalam masa laluku. Di dalam kenangan itu.
2 tahun sebelumnya……
Bunyi bel sekolah terdengar nyaring berdentang. Pagi itu berjalan seperti biasanya. Ramai dan tak ada tanda-tanda terjadi sesuatu. Kakiku masih tetap berjalan pada jalurnya. Ketika itu aku masih mengenakan seragam SMA, lebih tepatnya kelas 12, tingkat terakhir. Hanya beberapa bulan saja setelah aku naik kelas, aku berada pada hari itu.
Hari itu di awali pelajaran yang kubenci, Matematika. Kursiku di pojok belakang kelas sungguh spesial, mengingat mampu menyembunyikan keberadaanku selama ini dari tatapan para guru. Pikiranku sama sekali tidak mau menerima materi Matematika ini. Aku hanya tertarik memandangi taman sekolah, seperti biasa. Rasanya tenang melihat betapa hijau nya tempat itu. Tentram dan nyaman. Hanya saja hari ini, aku melihat seorang gadis sendirian duduk disana. Akan tetapi….. tunggu. Aku belum pernah melihat gadis itu sebelumnya. Siapa dia? Wajahnya tenang dan aku melihat sesuatu hal dalam dirinya, tetapi aku tidak yakin apa itu. Kemudian pemandanganku buyar, ketika sebuah lemparan penghapus papan tulis tepat mendarat di atas meja belajarku.
“ Apa yang kau lakukan, Ahmad ? “
Sial. Kursiku berkhianat. Ia menampakkan diriku.
“ Tidak ada pak, hanya men-refresh otak dikit. “ pikiranku sulit menemukan alasan yang tepat.
“ Kamu ini alasan saja! Sekarang kerjakan latihan no. 5 ! kalau tidak bisa, kamu keluar dari kelas ini sampe jam kelas saya selesai! Cepat ! “ Emosi guru Matematika itu sudah terbakar.
Aku tidak suka seperti ini. Aku tidak suka dipaksa melakukan hal yang tak kusuka.
Dengan enggan aku mengerjakan soal itu. Hasilnya, kini aku berada di luar kelas. Mataku kembali ditarik ke arah gadis misterius di taman tadi. Seolah olah dirinya memiliki magnet yang begitu kuat. Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku saat itu, tetapi aku merasakan sebuah perasaan aneh yang aku sendiri tidak mengetahuinya. Ketika bel tanda pergantian pelajaran berbunyi , gadis itu kembali ke kelasnya. Tanpa sadar pikiranku melayang entah kemana, yang kutahu hanyalah aku menemukan diriku tertidur di dalam kelas ketika bel istirahat membangunkanku.
Apakah ini mimpi ? Apakah gadis itu nyata ?
Aku takut ini akan memulai kembali rentetan mimpi buruk yang pernah menghampiriku. Sesuatu hal yang dahulu kubuang dan aku takut hal tersebut kembali datang padaku. Saat semuanya tampak kelam di mataku. Saat orang yang sangat kucintai, orangtuaku, pergi meninggalkanku, selamanya. Meninggalkanku sendirian disini. Saat aku menganggap bahwa kehidupan tak ubahnya sebagai permainan kecil dari sebuah kebencian.
Mimpi buruk itu kemudian melahirkan sebuah bagian dari dirinya yang nyata, yang melebur bersama kehidupanku. Sesuatu yang aku harus terima tanpa bisa menolaknya. Itulah penderitaan. Penderitaanku. Tak ada yang bisa menolongku keluar dari takdir itu. Pada akhirnya aku mampu membuang mimpi burukku, setelah kerja kerasku melawan penderitaan dan kebencian itu. Mimpi buruk itu pergi dariku. Hanya saja serpihan-serpihan keduanya yang berasal dari bagian nyata masih bersemayam dalam kehidupanku. Rasa kesepian.
***
Beberapa hari kemudian, aku kembali melihat gadis itu di taman, tampak sedang menulis sesuatu. Kuperhatikan dia terus dan tanpa kusadari tiba-tiba dia menoleh padaku. Aku sedikit kaget. Namun, ada pandangan janggal di matanya, seakan aku adalah sesuatu yang tidak ada, dan kemudian gadis itu pergi. Ya, gadis tanpa nama. Entah kenapa, perasaan aneh itu kembali kurasakan, cukup kuat untuk bertanya-tanya siapa gadis itu.
Hari itu, pelajaran seperti biasa, membosankan. Ketika menuju jam pulang, hujan turun. Tangisan langit itu menunda kepulanganku ke rumah karena aku lupa membawa payung. Bahkan ketika sekolah perlahan mulai sepi, langit masih saja menangis.
Bosan menunggu di depan kelas, aku iseng duduk di samping rumah tanaman di belakang kelas. Tempat itu jarang dijadikan tempat bersantai oleh murid lainnya karena mereka lebih suka berada di taman. Hanya aku saja yang menjadikan tempat itu sebagai teman sehari-hariku. Akan tetapi, hari itu aku menemukan seseorang disana, duduk sendirian. Kudekati orang tersebut dan dia…………….. adalah gadis misterius itu. Kulihat wajahnya basah oleh air mata. “Apa yang terjadi padanya?” Batinku bertanya.
“ Siapa namamu kawan ? Kamu kenapa nangis ? “ tanyaku pada gadis itu.
Gadis itu tidak menjawab. Ia masih terus menangis. Poni rambutnya menutupi sang wajah.
“ Hei, kamu baik-baik aja kan? Ada sesuatu yang salah? Jawab dong pertanyaanku, kan aku enggak ngapa-ngapain.. “ rasa kesalku sedikit terpecik keluar.
Gadis itu melihat kepadaku dan dia pergi ke sisi lain dari rumah tanaman tersebut. Bisa kulihat raut kesedihan mendalam di wajah gadis itu…… eh, tidak. Tidak hanya kesedihan, tetapi juga kebencian. Apa yang sedang terjadi padanya? Aku sungguh penasaran. Kudekati kembali gadis itu, sementara langit terus menangis untuk menunda kepulanganku. Gadis itu tetap menangis dalam diamnya. Seolah-olah ia tak berdaya menahan perasaannya, sehingga perasaan itu tumpah dalam tangisannya.
“ Maaf ya tadi kalo udah bikin tersinggung, aku hanya penasaran. Ya kalau ga mau ngomong ya gak apa apa.. “ ujarku.
Gadis itu melihat kepadaku lagi. Lalu dia merobek sebuah kertas dari bukunya dan menuliskan sesuatu :
Namaku Aisyah. Aku baik-baik aja.
“ Kamu ……….. “ aku cuma bisa termenung. Kini aku tahu kenapa ia menjawab pertanyaanku dengan tulisan. Gadis itu bisu. Gadis itu kembali menulis :
Ada apa? Kamu siapa ? pergi dariku !
“ Loh, kok di usir ? Hey, namaku Ahmad, dari kelas B.. “
Gadis itu menulis :
Sudah cukup caci maki yang kuterima hari ini. Jangan kamu tambah lagi.
“ Tidak tidak, aku disini tidak untuk menghinamu. Kita bahkan baru bertemu. Kamu anak baru ya? Aku ingin berteman denganmu.. “
Dan… semenjak itulah, aku berteman dengan gadis itu, Aisyah. Gadis itu adalah anak pindahan dari luar kota. Hari-hari nya kemudian banyak di lewatkan bersamaku, karena aku lah satu satunya orang yang berarti baginya. Aku seringkali menjadi penterjemah baginya ketika ia hendak berbicara dengan seseorang, walaupun ia mampu berbahasa isyarat.
Aku hanya ingin meringankan beban yang dipikulnya. Dia sama sepertiku, berjuang keras untuk mengusir mimpi buruknya. Sudah semenjak dulu ia seperti ini. Dari fase kanak-kanak nya hingga sekarang, tidak ada yang peduli padanya. Dia selalu sendirian.
Bisa kurasakan kalau bayangan kegelapan juga merasuki kehidupannya. Apalagi ketika ayah Aisyah meninggalkan ia untuk selamanya, bisa kurasakan pula bahwa ia mulai membenci kehidupan ini. Hanya caci maki yang ia terima dari orang-orang di sekelilingnya. “ Apa yang hendak dilihat dari orang bisu tak ber- Ayah ? “ tulisan Aisyah itu terus membekas di pikiranku.
Apa yang dilaluinya dalam kehidupan, sama dengan apa yang terjadi padaku. Berbeda denganku, jiwanya rapuh. Dia selalu menangis. Menangisi takdirnya. Menangisi barrier yang begitu tebal antara dirinya dengan orang lain. Tetapi dia memiliki sesuatu hal yang membuatnya kuat, Hatinya. Hatinya bahkan lebih kuat dari jiwanya yang rapuh. Hati yang dimiliki Aisyah adalah sebuah permata indah yang orang lain tak memilikinya. Dan di dalam hatinya aku melihat sesuatu.
***
Tibalah masa menuju ujian kelulusan. Hari itu seperti biasa aku duduk di sisi rumah tanaman belakang kelasku. Akan tetapi….. Aisyah tidak disana. Tidak seperti biasanya, Aisyah tidak berada disana. Aku mencarinya kemana-mana, tetapi tidak ketemu.
Ada apa gerangan ? pikiranku terus bertanya-tanya.
Aku khawatir terjadi sesuatu padanya. Jujur saja, aku sendiri merasakan sebuah perasaan baru ketika mulai mengenalnya. Perasaan itu masih lemah mulanya namun perlahan-lahan semakin kuat. Perasaan yang membuatku ingin terus bersamanya. Perasaan yang mampu mengikis serpihan-serpihan penderitaan dan kebencian yang masih menempel padaku. Aku bahagia bersamanya.
Satu jam setelah pencarian, barulah aku menemukan Aisyah duduk sendirian di samping taman. Dia…… kembali menangis. Hal yang kukhawatirkan ternyata memang terjadi. Dia hanya memberiku secarik kertas.
Aku tidak tahan lagi. Aku ingin secepatnya pergi dari tempat ini. Aku sudah muak dengan semua ini. Aku takut aku tidak bisa bertahan.
Aku terdiam. Mungkin ini saatnya aku harus jujur. Kupikir aku tidak perlu menyimpan ini lebih lama lagi.
“Aisyah, sebenarnya aku tahu apa yang kamu rasakan. Semuanya. Apa yang terjadi dalam hidupmu, juga terjadi dalam hidupku. Aku dan kamu terjebak dalam dunia yang sama, dunia yang penuh penderitaan dan kebencian. Hanya saja, bukan berarti kamu harus takluk kepadanya. Kamu memiliki sesuatu yang sangat kuat untuk melawannya. Itu adalah hatimu.”
“Coba buka matamu.” Aku kembali melanjutkan. “ Kamu lihat pohon-pohon itu, tidakkah kamu merasa tenang duduk di bawahnya? Jikalah kamu itu adalah kebencian yang kamu miliki dan kamu duduk di payungi oleh hatimu yang sekuat pohon itu, tidakkah kamu menjadi tenang dan tentram ? coba rasakan itu dalam dirimu. Coba rasakan kekuatan hatimu itu untuk melawan kebencianmu. Kebencian dan penderitaan itu takkan hilang sepenuhnya darimu, tetapi kamu bisa merasakan kebahagiaan. Sama sepertiku. “
Masih menangis, kemudian dia tersenyum senang kepadaku. Kemudian ia kembali merobek secarik kertas dan menulis :
Aku ingin keluar sepenuhnya dari kebencian dan penderitaanku. Tolong aku.
“ Hanya ada satu jalan dan aku sedang mencoba untuk menjalaninya. Untuk bisa menghapus semua itu, kamu harus menemukan orang yang berharga bagimu. Orang yang kamu cintai sepenuh hati tanpa melihat kekurangan apapun. Orang tersebut memiliki kekuatan yang akan melengkapi kekuatan hati seorang manusia untuk bisa keluar dari penderitaannya. Dan kamu tahu, aku sudah memiliki orang itu sekarang. “
Aisyah kembali menulis :
Siapa ?
“ Orang itu adalah………. “, lidahku sedikit terbelenggu.
“ Orang itu adalah …………………….. kamu. “ akhirnya belenggu lidahku lepas
Apa ?
Aisyah terkejut.
“Tak bisa kupungkiri, kamulah pelengkap kepingan hidupku yang hilang. Bersamamu aku merasa kuat menghadapi segalanya. Pada akhirnya aku tidak sendirian lagi. Untuk pertama kalinya aku bisa keluar dari penderitaanku. Dan itu ketika bersamamu. Aku selalu melihat pelangi di hatimu. Pelangi yang bersemayam di dalamnya. Pelangi tersebut memberiku warna kekuatan untuk bisa keluar dari penderitaan itu. Pelangi itu selalu membuatku tersenyum.“
Aisyah cuma tersenyum kepadaku. Kali ini aku tidak bisa membaca apa maksudnya. Tanpa tulisan apa-apa lagi dia pergi dari situ. Aku tidak tahu bahwa itu adalah pertemuan terakhirku dengan Aisyah. Semenjak itu tidak sekalipun aku pernah bertemu dengannya lagi. Bahkan hingga masa kelulusan. Aku hanya melihatnya sekali pada saat acara kelulusan dan kemudian ia menghilang begitu saja. Hanya saja, ketika ujian kelulusan aku sempat kehilangan buku catatan pribadiku sebelum kutemukan kembali beberapa hari kemudian.
***
Aku tersadar dari kenanganku. Langit malam masih setia menemani. Surat itu masih tertutup rapi di tanganku. Aku penasaran dengan isi surat itu. Inikah jawaban Aisyah atas sesuatu yang kuungkapkan dahulu kepadanya ? tidak terlalu yakin juga sebenarnya. Kurobek tutup surat itu dan ku keluarkan isinya, sebuah surat yang lumayan panjang. Tanpa alasan lain lagi, kubaca surat itu.
Ahmad. Mungkin ketika kamu membaca surat ini, aku sudah tidak ada lagi disini. Aku telah berada di suatu tempat dimana aku seharusnya berada. Ahmad, aku sangat senang melewatkan hari-hari bersamamu. Untuk pertama kalinya aku merasakan kembali kebahagiaan itu setelah sekian lama kutenggelam dalam mimpi buruk. Sama seperti yang kamu rasakan. Aku yang sebelumnya hanya seorang gadis yang pendiam, penyendiri, pemurung, dan membenci orang lain, telah kamu ubah menjadi seorang gadis yang selalu tersenyum. Kamu berhasil membuatku tersenyum. Perlahan-lahan kamu hapus penderitaanku dengan kebaikan hatimu. Ketulusan hatimu mampu meruntuhkan dinding-dinding tebal yang melapisi jiwaku. Apa yang kamu maksud dengan “ Pelangi di hatimu “ sejujurnya aku tidak tahu harus berkata apa..
Ahmad, ketika kamu menemukanku dalam keadaan menangis dan kemudian mengungkapkan semuanya padaku, sejujurnya aku sudah punya jawabannya. Akan tetapi, aku tidak mau mengatakannya pada hari itu. Aku menuliskan jawabannya pada tempat dimana hanya aku dan kamu yang berada di sana semasa sekolah dulu, untuk sekadar bercengkrama.
Nb : Aku simpan jawaban itu pada benda yang menempel pada dinding..
Suatu tempat dimana aku dan dia bercengkrama……….. emm, memoriku berhenti pada kata “ belakang kelas ” . Ah ya, aku bisa mengingatnya. Rumah taman belakang kelas. Dan benda yang menempel….. hm, sepertinya aku tahu itu. Dalam malam yang tenang itu, sekejap pikiranku kembali melayang dalam lamunan yang begitu indah. Aku tertidur dalam buaian udara malam yang dingin menusuk kalbu.
Keesokan harinya kutemukan sebuah secarik kertas kecil bertuliskam namaku dalam kotak saran di sisi rumah taman belakang kelas. Isi kertas itu hanya pesan singkat yang membuatku tenggelam dalam pikiranku kembali.
23 Juli. Pukul 3 sore di tempat kamu pertama kali bicara denganku.
Tempatku pertama kali bicara dengannya adalah tempat ini. Tempatku memulai kenangan terindah. Tetapi…. surat ini ditulis dua tahun yang lalu. Akankah ia datang sekarang ? Aku meragukan itu. Hari ini tanggal 23 Juli, sesuai dengan permintaan Aisyah dalam kertas itu. Kini hanya berselisih 2 jam saja dari yang tertera di kertas, tetapi rasanya jantung berdegup begitu cepat. Perasaan aneh langsung menjalar ke seluruh tubuh. Setelah sekian lamanya aku menantikan jawaban itu, kini harapan seolah-olah menghampiriku. Di sisi lain, sebuah mobil sedan sedari tadi terparkir di samping sekolah, sisi sebalik dari tempat dimana aku memarkirkan motor. Seorang gadis berada di dalamnya menanti seseorang.
23 Juli, 03:00 PM
Aku datang ke rumah taman dengan sedikit harapan. Harapan yang dulu hampir terkubur. Ketika sampai disana, terlihat olehku seorang gadis yang sedang mengamati bunga mawar disana. Siapa dia ? Apakah gadis itu Aisyah ?
“ Bunga yang indah ya. Aku tidak pernah bosan melihatnya. “ aku berpura-pura bicara sendiri.
Gadis itu hanya tersenyum.
“ Maaf, aku hanya sedang menunggu teman lamaku. Aku menantikan sebuah jawaban darinya. Aku memang menyukainya sejak dahulu.. emm.. maaf ya jadi curhat begini.. “ ucapku tergugup.
Gadis itu hanya tersenyum dan melihatku dengan tatapan yang menurutku adalah sebuah tatapan entah bahagia atau senang.
Gadis itu kemudian pergi ke tempat dia memarkirkan mobilnya. Jika memang ia adalah Aisyah mengapa ia ………… sedetik kemudian ia berbalik dan memberiku sebuah surat. Setelah itu ia kembali pergi. Aku melihat sedikit air mata mengalir di pipinya. Kemudian, kubuka surat itu.
Ahmad. Kemanapun kamu berusaha mencari jawabannya, tidak akan pernah bisa kamu temukan. Bahkan kamu tidak perlu mencarinya. Jawabannya ada disini, bersamaku. Jika kamu penasaran dengan jawaban itu dan kemudian siap untuk mengetahuinya, aku akan kembali dan terus menunggumu di tanggal dan tempat yang sama. Bahkan jika harus menunggu hingga 5 tahun lagi, akan tetap kulakukan dengan wajah bahagia seperti yang kamu lihat tadi .
SELESAI

kompasiana.com

Tuhan Dijadikan Sampah oleh Umatnya

Siapa yang salah jika negara kita selalu dilanda bencana? Bukankah peringatan sudah ada dalam setiap Firman di dalam kitab milikNya? Seharusnya kita berkaca. Sudahkah hatimu bersatu dengan iman di sanubari? Apakah engkau sudah pantas memimpin umat manusia? Jangan jauh-jauh memikirkan kesejahteraan umat. Tapi lihatlah keluarga dan tetangganya, apakah sudah sejahtera? Ataukah selalu sama. Memegang istilah siapa dia siapa saya. Trend di jaman kontemporer memang asik menggiurkan. Sumpah serapah selalu dijadikan alas guna memantapkan tujuan. Lantas Tuhan, kau jadikan layaknya sampah. Dicecer ke setiap sumpah. Mendustai mata manusia. Hanya demi harta melimpah. “Dasar! antek ifrit bedebah.” Dusta bertabur khotbah, keluar dari mulut sampah. Ingat keagungan iblis jenaka. Dia begitu ahli dalam menyesatkan. Tapi tetap takut pada Tuhan. Sedangkan engkau, wahai manusia yang katannya mahluk sempurna. Berani benar memakai nama Tuhan untuk sumpah dusta. Menelantarkan nasib rakyat jelata. Yang melarat semakin sengsara. Yang kaya berhura-hura. “Oh … begitu murah tiket ke surga, bahkan sama sekali tidak dipatok harga. Namun sangat jarang jiwa manusia yang sudi melangkah ke sana. Karna nafsu mengalahkan segalanya.” Merdeka untukmu Iblis jenaka. Kesesatan mereka melebihi kesesatanmu. Kini dirimu berkawan manusia yang katanya mahluk sempurna. 

kompasiana.com

Kemana Masa Depan Tuhan

“Apa semua sudah berakhir?” kalimat tersebut menyelinap dalam hamparan malam yang memenuhi jagad alam. Buku-buku berserakan menjadi peneduh di dalam ruangan 3×4 meter tersebut. Ada beberapa poster pemain sepak bola dan ada juga foto-foto Bung Karno yang menempel di dinding ruangan yang tak pernah sepi dengan renungan penghuninya.
Dua gelas kopi hitam panas ada dihadapan mereka berdua. Telah lama mereka tak menghirup harum kopi yang konon dapat menahan kantuk itu. Di bulan puasa seperti ini, kopi menjadi sesuatu yang sangat dirindukan oleh para penggemarnya. Di kala siang, terlelap dalam rasa lelah mereka tak lagi dapat menikmatinya. Meski menahan sampai malam, dan itu pun terkadang mereka meski rela melewatkannya karena mereka berdua lebih memilih untuk tidur ketimbang menikmati secangkir kopi.
“Apa yang sudah berakhir Gus?” Pertanyaan Agus, dibalas dengan pertanyaan kembali oleh Yusuf. Dua orang sahabat ini bertemu saat mereka melakukan BIM Test di lembaga mahasiswa yang sama. Keduanya merasa cocok saat pertama kali berkenalan, alasan utamanya ialah karena berasal dari satu daerah yang sama.
Sruputan kopi panas terasa nikmat saat Agus mencoba meminumnya. Sambil sekilas memandang ke arah jendela, ia menjawab pertanyaan kawannya tersebut, “Masa depan Tuhan Suf.” Mendengar jawaban kawannya, Yusuf terkaget, ia tak mengira akan mendengar pandangan liar orang yang telah lama ia kenal ini.
“Tuhan itu abadi Gus, tidak mungkin Ia akan berakhir.” Jawab Yusuf singkat kepada Agus. “Kamu seperti seorang yang hanya menggunakan akal saja Gus dalam menilai agama.” Yusuf sengaja berucap seperti itu, ia berharap Agus kembali mengingat agama yang pernah ia pelajari sedari dahulu. Tuhan itu abadi, Dia tak mungkin layu termakan jaman. Begitulah harapannya kepada teman satu kostnya.
“Menurutku Tuhan akan berakhir dalam waktu dekat Suf, Dia tak lagi dirasa oleh umat-Nya. Euphoria tentang Tuhan hanya ada dikala hari-hari besar islam saja. Itupun hanya di awal, selebihnya kembali seperti biasa, Tuhan masuk laci dalam kenangan manusia.” Agus kembali menyampaikan kegelisahannya malam ini. “Itu hanya terjadi pada sebagian manusia Gus.” Yusuf menimpalinya sembari menengguk kopi yang ada dihadapannya.
“Tapi, bagian itu merupakan bagian terbesar dari manusia Suf. Contohnya seperti ini, sederhana saja, kini kita memasuki bulan suci ramadhan. Kehadirannya begitu antusias oleh semua umat manusia. Bahkan saat kita baru memasuki bulan Sya’ban, manusia sudah mulai bergairah menunggu datangnya bulan ibadah tersebut. Namun setelah bulan di mana turunnya pertama kali ayat Al-Qur’an tersebut semuanya mulai sirna. Mulai terlupakan.” Dengan memandang wajah Yusuf, Agus menyampaikan perenungannya.
“Lantas hal tersebut tak dapat mematikan eksistensi Tuhan Gus, Tuhan itu kekal, seperti yang tercantum dalam sifat-sifat-Nya.” Yusuf mencoba menyakinkan kawan yang sudah mulai terlalu jauh dalam menjelajahi daya pikirnya.
“Kekekalan Tuhan telah lenyap dalam diri manusia kawan, seperti saat ini.” Agus tak mau kalah malam ini dalam menyampaikan apa yang pikirkan.
Agus teringat satu pesan yang disampaikan oleh Fahmi, kawan sekelasnya di bangku kuliah. Menurutnya pesan tersebut sangat memiliki makna yang mendalam, meski hanya disampaikan oleh seorang mahasiswa. Menurut kawannya tersebut, mari kita siapkan 30 hari terbaik kita dalam menjalani bulan suci ramadhan, agar siap menanti berjuta kejutan yang telah Tuhan siapkan kepada hamba-Nya. Menurutnya, pesan tersebut sangat tepat. Tuhan hanya meminta kita memberikan yang terbaik selama 30 hari penuh dalam setahun, agar umat-Nya dapat menyembah-Nya dengan penuh kenikmatan dan bersiap mendapatkan berjuta kejutan dari-Nya yang telah Dia janjikan kepada penduduk bumi tersebut.
Tuhan hanya meminta manusia untuk memberikan yang terbaik kepada-Nya dalam satu tahun. Seharusnya, hamba-hamba-Nya menjadikan sebelas bulan sebelumnya sebagai latihan agar dalam satu bulan tersebut dapat fokus memberikan ibadah yang penuh kepada-Nya.
“Manusia telah gagal memberikan yang terbaik kepada Tuhannya Suf.” Agus tiba-tiba kembali kepada pembicaraan awalnya kepada sahabatnya.
“Mereka juga perlu memenuhi kebutuhan kehidupannya Gus. Mereka butuh makan dan minum seperti hari biasanya. Mungkin seperti itu cara mereka ber-Tuhan dalam menjalani bulan penuh berkah ini.” Jawab Yusuf yang kali ini sudah mulai lelah menghadapi kawannya.
“Tuhan hanya meminta satu bulan dalam setahun. Tak lebih, dan kalau kelak kita sudah memiliki tanggung jawab untuk menghidupi keluarga, ada baiknya kita menjadikan sebelas bulan sebagai bekal untuk mempersiapkan satu bulan yang penuh ampunan ini.” Obrolan mereka semakin dalam. Larut malam semakin tenggelam dalam kegelapan. Yusuf mulai membuka-buka buku untuk merefleksikan pikirannya. Agus semakin tenggelam dalam renungannya.
“Ide mu itu bagus, aku setuju.”
Agus menganggap jawaban dari kawannya sebagai kebosenan tersendiri pada malam itu.
“Semakin manusia terhimpit oleh kebutuhan dunianya, dan ia tak bisa menyiasati hal tersebut, semakin terbuka lebar Tuhan akan terlupakan oleh mereka. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan tak mampu diimbangi oleh kita umat islam di Indonesia. Kita kalah oleh jaman, dan hal itu membuat kita semakin takut akan hari esok. Takut tak dapat makan dan minum. Takut tak dapat membahagiakan orang-orang tercinta. Ketakutan itulah yang membawa manusia terlena pada dunia dan jauh melupakan Tuhan semesta alam. Manusia sudah tak percaya lagi janji Tuhan-Nya tentang keselamatan dunia dan akhirat, tentang berjuta rahmat dan keberkahan apabila mereka mau menyembah sepenuh hati kepada-Nya, tentang segala sesuatu tentang kita yang telah diatur melalui kebijakan-Nya. Itu kegelisahan ku malam ini Suf, masjid sudah mulai sepi, padahal ini baru malam kesetujuh di bulan Ramadhan. Aku takut kelak sepeti itu, gagal memenuhi permintaan Tuhan meski hanya satu bulan saja kita diminta oleh-Nya agar fokus beribadah.” Yusuf mendengarkan kegelisahan kawannya dengan seksama. Ia pun mulai menyadari hal tersebut. Tuhan akan kalah dengan himpitan kebutuhan manusia.
“Tuhan akan tetap abadi Gus, Dia adalah Maha Segalanya, yang akan hilang di masa depan ialah rasa Tuhan pada diri manusia.” Yusuf mencoba menenangi pikiran kawannya. “Sudahlah, ini malam minggu tak perlu kau lanjutkan kegelisahan mu, akhir pekan diciptakan agar kita dapat istirahat sejenak dari rutinitas. Tenangkan pikiranmu tentang dunia, dan perdalam keyakinanmu tentang Tuhan agar kelak tak tersesat dalam menempuh kehidupan. Sekali lagi Tuhan itu Abadi, hanya ketuhanan manusialah yang akan sirna.” Yusuf mengakhiri segalanya malam itu, mereka lalu larut dalam perenungannya masing-masing. Kopi sudah kehilangan kehangatannya. Harumnya sudah tak mampu lagi terhirup. Namun rasanya akan tetap sama.

kompasiana.com

KUPU – KUPU SENJA

Hidup itu seperti roda yang berputar. Kadang diatas, kadang dibawah. Hidup itu penuh cobaan dan tantangan. Tidak tahu kapan dia datang dan pergi. Hidup itu penuh misteri. Tidak bisa diprediksi dan diramalkan. Hidup itu penuh dengan ego manusia. Tetapi, semua harus disyukuri karena hidup hanya sekali.




Pagi itu seperti biasa keluarga Hermawan melakukan aktivitasnya masing-masing. Kedua putrinya tampak bersiap – siap untuk sekolah. Sang istri sibuk menyiapkan sarapan pagi. Sedangkan sopirnya sibuk mengelap mobil untuk mengantar sang anak majikannya ke sekolah. Suasana yang selalu terjadi di pagi hari. Keluarga Hermawan sangat tersohor dan disegani oleh semua orang. Walaupun terlahir di keluarga pengusaha yang sukses dan terpandang, tidak membuat mereka tinggi hati dan angkuh. Melainnkan sebaliknya, mereka tidak pernah memandang rendah seseorang karena pebedaan status social mupun materi. Semua orang kagum dan menghormati mereka. Anak pertama mereka bernama Mia. Mia anak yang cerdas, cantik, dan baik. Semua orang segan kepadanya. Anaknya yang kedua bernama Chika. Masih duduk di bangku kelas 1 SMP. Chika anak yang periang.
“Mia, Chika, cepat sarapan!” Teriak Sita dari ruang makan memanggil kedua putrinya. “Nanti buburnya dingin lho”. “Mama dan Papa sudah di ruang makan nih” tambahnya.
“Iya, Ma..” jawab kedua putrinya bergantian.
Setelah semuanya klop berkumpul di meja makan, suasana kekeluargaan sangat hangat terasa. Ditambah dengan canda dan gurau di pagi hari yang semakin menambah hangatnya pagi itu.
“Mia, nanti Ujian nya sukses yah.” Hermawan menyemangati putrinya yang duduk di bangku SMA itu.
“Pasti, Pa. Mia pasti melakukan yang terbaik.”
“Anak Papa pasti bisa dong.” Ujar Hermawan sambil mengelus-elus gemas kepala Mia. Mia yang merasa rambutnya menjadi berantakan, langsung memasang muka kecut. Hermawan tertawa geli. Melihat sang kakak, si bungsu Chika yang merasa ingin diperhatikan, segera angkat bicara.
“Chika enggak Pa?” tanyanya dengan muka mewek.
“Chika juga, makanya rajin belajar biar jadi juara kelas seperti kak Mia ya.” Ujar Hermawan.
“Makanya jangan baca komik terus Chik!” Mia menimpali. Semua tertawa melihat ekspresi Chika yang semakin bertambah mewek dan sebal dikatai seperti itu oleh kakaknya. Beginilah suasana pagi dikeluarga Hermawan. Selalu riang dan harmonis.
ŸŸŸ
            SMA Bonavita, tempat Mia bersekolah adalah sekolah yang elit. Rata-rata para siswanya memiliki latar belakang social yang tinggi. Mobil yang mengantar jemput pun kebanyakan keluaran kelas satu! Tetapi, pemandangan seperti itu sudah biasa di mata Mia. Dia tidak ambil pusing dengan keadaannya sekarang. Ia sangat menkmati dan mensyukuri apa yang ia dapat. Cantik, pandai, dikenal semua kalangan siswa dan guru. Ditambah lagi pacarnya, Radit yang merupakan cowok populer dikalangan para siswa. Lengkap sudah semuanya.
            “Mia, nanti sukses ya ujian akutansinya.” Radit menyemangati.
            “Pasti Honey.” Mia tersenyum manyun. Radit yang gemas melihatnya, mencubit pipi Mia yang mulus hingga memerah. “Aduh ! sakit tau..”desis Mia. Keduanya tertawa ringan.
            Dari kejauhan terdengar suara teman-teman Mia yang berjalan hendak menghampiri mereka berdua. Desti, Nana, Chyntia dan Seila yang selalu ada disamping Mia. Mereka berlima selalu kemana-kemana bersama. Dari jalan-jalan, shopping, menonton, dan sebagainya. Rasanya tidak ada yang kurang untuk Mia
ŸŸŸ
            Disaat yang bersamaan, di kediaman keluarga Hermawan yang damai itu serasa diterpa badai hebat. Sebuah berita buruk melayang kearah mereka. Saat itu telephone berdering di ruang tamu . Dengan sigap , Sita mengangkat telephone itu. Ekspresi wajahnya tiba-tiba pucat pasi. Bola matanya kosong. Tatapannya melayang entah kemana. Ditutupnya gagang telephone dengan tangan gemetar . Badannya seketika lemas tak berdaya. Suaminya, Hermawan, mendekam di tahanan.
ŸŸŸ
            Di kantor Polisi, Sita tampak tak percaya suami tercintanya mendekam di tahanan. Ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan mata yang berkaca-kaca. Sita tampak tak kuasa melihatnya. Ia hanya menangis tersedu-sedu ditemani si bungsu Chika. Mia yang melihat keadaan ayah tercintanya dibalik jeruji itu tampak tersulut rasa curiga dan keganjilan dari hal ini. Hermawan diberi kesempatan berbicara sebentar kepada keluarganya. Ia menjelaskannya kepada Mia. Berharap Mia mengerti atas kejadian yang menimpanya.
            “Mia anakku..”tatap Hermawan sendu. “Papa dijebak oleh seseorang yang menginginkan Papa lengser dari jabatan Papa. Papa difitnah Mia….Papa dituduh menggelapkan uang perusahaan.”
            Mia hanya diam seribu bahasa dan menitikkan air mata. Ia mendengarkan penjelasan ayahnya panjang lebar dan menyimaknya dengan seksama. Mia tidak menyangka badai yang begitu dahsyat ini menghantam bathin nya yang semakin terkoyak. Ia tak tahu harus berbuat apa.
ŸŸŸ
            Sepulangnya dari kantor polisi, Mia pulang tanpa kehadiran sang ayah. Hanya kesedihan yang ia bawa. Sita tak henti-hentinya meratapi nasib suami dan keluarganya. Chika ikut tersedu-sedu melihat ibunya begitu sedih. Kesedihannya tak sampai disana ketika melihat seisi rumah yang barang-barangnya mulai dipindahkan ke mobil pick up. Salah satu petugas itu menjelaskan mengapa barang – barang dirumah ini dikemas.
            “Maaf  Bu, rumah Ibu terpaksa kami gadaikan karena kasus yang membelit suami Ibu.” Jelas petugas itu singkat dan padat. Seketika itu juga Sita pingsan tak berdaya. Mia dan Chika panik. Sekarang mereka tidak punya tempat tinggal. Tetapi, Mia bertekad mencarikan tempat tinggal yang bisa dijadikan tempat bernaung untuk sementara. Mereka mendapati sebuah kontrakan yang cuup sempit tapi cukup untuk sisa uang yang mereka miliki.
            Keesokan paginya, Chika ngambek tidak mau sekolah. Dia tidak mau pergi kemana-mana dengan kondisi seperti ini. Mia kewalahan membujuk adiknya. Si Ibu hanya meratapi tingkah laku anaknya dengan sendu. Seakan tak tahu harus berbuat apa. Seakan depresi sedang menggerogoti dirinya. Mia harus tegar dan tabah. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke sekolah sendiri. Sesamppainya disana, Mia mulai merasakan ada sesuatu yang aneh. Orang – orang menatapnya dengan muka sinis dan penuh curiga. Dia tahu bahwa mereka membicarakan masalah yang menimpanya saat ini. Berita dari mulut ke mulut telah beredar luas kemana-mana. Terbesit dipikirannya untuk menemui Radit, kekasihnya. Berharap Radit memberinya dukungan dan semangat dari masalah yang sedang dideranya. Dicarinya Radit ke kelasnya.
            “Dit, aku..” belum sempat ia berbicara, Radit memotongnya dengan gusar.
            “Pergi kamu ! Dasar anak koruptor! Tidak tahu malu !!” Radit geram. “Kita putus!!”
            Seperti ditimpa beban 1000 ton. Dadanya sesak sekali. Mia tidak percaya bahwa Radit sekejam itu. Bahkan tidak memberikan kesemptan bagi dirinya untuk berbicara. Batinya terkoyak. Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Sakit. Itulah yang ia rasakan. Mia berpaling kearah pintu keluar diiringi seruan-seruan dan caci maki atas dirinya.
            Mia tidak hilang akal, ia berinisiatif menemui sahabat-sahabatnya. Sahabat pasti jauh lebih mengerti daripada seorang kekasih. Niatnya mencari mereka, ternyata mereka sudah terlebih dlu menampakkan diri didepan Mia. Mata Mia berbinar melihat sahabat-sahabatnya datang seperti hujan di kemarau panjang.
            “Oh..jadi ini ya anak koruptor?” Chyntia membuka pembicaraan.
            “Bikin malu aja !” timpal Nana.
            “Guys, kita gausah temenan sama anak koruptor dan sekarang jatuh miskin ini. Dia udah melarat dan tidak punya apa-apa untuk dibanggakan.” Seila menghantamkan kata-kata yang menyayat hati Mia lebih dalam.
            “Kalian….” Mia berkaca-kaca. Seketika saat itu juga teman-temannya pergi menjauhinya. Desti hanya menatap sahabatnya dengan iba tanpa berkata sepatah kata. Ia tahu Mia tidak seburuk itu. Desti menaruh simpati pada Mia.
            Tidak hanya pengkhianatan dari kekasih dan sahabatnya. Hari ini juga Mia mendapat surat drop out dari sekolahnya. Alasannya, takut SMA Bonavita yang elit dan terpandang itu tercoreng namanya karena menganggap masalah Mia ini aib yang bahaya bagi reputasi sekolah . lengkap sudah rasanya. Mia harus lebih lapang dada menghadapi kenyataan .Tidak hanya dikeluarkan, sekarang kondisi ibunya semakin memburuk. Badannya semakin kurus dan kantung matanya berwarna hitam. Mukanya pucat. Pikirannya entah kemana. Hanya bisa berbaring lemah diranjang seadanya. Chika merawat ibunya dengan penuh kasih sayang.
            Masalah terbesar saat ini adalah uang. Sebagai anak tertua, ia harus bisa menghidupi ibu dan adiknya agar bisa makan setiap hari. Akhirnya Mia memutuskan bekerja serabutan.. Mulai dari mencuci baju tetangga-teangga, mengantarkan pesanan, hingga menjadi kuli di pasar. Begitu besar kegigihan dan kerja kerasnya. Hingga pulang larut sekalipun tak ia hiraukan demi sepeser uang. Chika pasti selalu menunggu kakaknya pulang dari kerja didepan kontrakkan.
            “Horee..Kak Mia pulang!” teriak Chika riang.
            “Ssst..jangan keras-keras. Nanti Mama terbangun. Mama sudah makan?”
            “Sudah.” Jawab Chika mantap. Keseharian ini terus berulang sampai pada akhirnya Mia berani memutuskan untuk melamar pekerjaan di sebuah perusahaan kecil jasa pengiriman barang. Hanya berbekal ilmu yang ia dapat semasa waktu sekolah dan kecerdasannya tanpa ragu ia mencoba peluang . Bahkan ia mau ditaruh dibagian paling bawah sekalipun. Mia bekerja dengan gigih dan ulet. Banyak yang senang dengan hasil kerjanya. Karena berhasil merebut perhatian direktur perusahaan itu, Mia sedikit demi sedikit meranjak dai posisinya yang paling bawah hinga naik setingkat demi setingkat. Hebat memang. Ia bersyukur masih diberi kecerdasan yang bisa dijadikan penyambung hidup keluarganya.
ŸŸŸ
            Suatu malam, Sita terjaga dari tidurnya. Ia berniat meraih segelas air putih disebelah ranjangnya. Ia tidak haus. Hanya ingin menenangkan diri dari mimpi buruk yang tengah ia alami dalam tidurnya. Tangannya yang renta berusaha meraih tepian meja dan gelas yang cukup jauh untuk dijangkau bagi dirinya. Akibtnya, ia terjatuh dari ranjang dan kepalanya terbentur lantai hingga tak sadarkan diri. Mendengar suara dentuman yang keras, Mia dan Chika ikut terjaga. Mereka menyadari arah suara dan mendapati ibunya tersungkur ke tanah. Secepat kilat ibunya dibawa ke rumah sakit terdekat.
            Mia mondar mandir tidak karuan karena gelisah. Sedangkan Chika tertidur di kursi ruang tunggu. Betapa terkejutnya Mia ketika dokter keluar dengan raut muka yang tidak ingin ia harapkan.
            “Saudara Mia…Berlapang dadalah.Beliau telah beristirahat dengan tenang..”
            Sekali lagi, dentuman itu bagai 1000 pisau yang menancap di bathinnya. Ia harus merelakan Ibunda tercinta menghadap Sang Kuasa. Tak terasa air mata mengucur deras di pipi mulusnya. Ketegarannya sedang diuji.
ŸŸŸ
            Kerumunan orang berbaju hitam yang melayat mulai berkurang satu persatu. Suasana di pemakaman itu mendadak sunyi senyap. Mia dengan tegar menghadapi kenyataan berbeda dengan Chika yang terus menggeluti nisan almarhum ibunya. Dari kejauhan terdengar suara nan lembut memanggil namanya. Suara yang sudah lama ia rindukan . yang sempat menghilang bertahun-tahun.
            “Mia..Chika..” kata seorang lelaki paruh baya bertubuh kurus dan rambut ubanan. Renta sekali. Keduanya menoleh secara bersamaan . Lelaki itu..
            “Papa !!” teriak Chika histeris tak percaya. Pecahlah isak tangis Chika yang sudah tidak bisa dibendung lagi. Dipeluknya ayahnya satu-satunya. Penampilannya terlihat kusut. Sorot matanya menyiratkan penyesalan yang amat mendalam dan tak bisa terobati. Mia dan Chika berpelukan dalam dekapan ayahnya.
            Kini, mereka harus bertahan dei kelangsungan hidupnya. Mia bekerja keras dan focus pada perusahaan tempatnya bekerja. Hermawan mendapat titik terang dari kasus yang sempat menjatuhkannya dalam lumpur kesengsaraan. Ia sedikit demi sedikit mendapatkan kembali kepercayaan dari orang-orang terdekatnya. Dan Chika, bisa mengenyam pendidikan lagi ke tinkat yang leih tinggi.

Menyetop Taksi

Suatu hari, ada orang Batak yang sedang berwisata di kota Jakarta dan ia bermarga Manalu, saat menunggu taksi yang lewat iapun duduk untuk beristirahat.

Saat itu ia melihat ada taksi tak berpenumpang yang kebetulan lewat maka segera iapun menyetop taksi itu, dan saat diberhentikan sang supir taksi bertanya kepada si Batak ini. "Mana lu?" tanyanya sambil mengintip dari jendela (maksudnya kamu mau ke mana?), si Batak ini kaget dan bergumam "Bah, hebat kali supir taksi di Jakarta ini? Belum apa-apa sudah tahu namaku."

Lalu ia bertanya lagi pada si supir taksi ini "Hei kau, kau paranormal ya?" Lalu supir taksi ini menjawab sambil nyeleneh dan pergi "Sinting." Si Batak ini bergumam lagi "Bah, lebih hebat lagi supir taksi ini, dia tahu kemana tujuanku.

Aku kan mau pergi ke rumah temanku si Ginting." Karena dari 5 taksi yang ia berhentikan mengatakan hal yang sama saja, si Batak ini frustasi dan akhirnya memutuskan untuk naik metro mini saja daripada repot-repot cari taksi.

Di dalam metro mini ia berkata dalam hati "Supir-supir taksi di Jakarta ini paranormal semua kelihatannya tetapi aneh, kok mereka tak mau kutumpangi ya? Padahal uangku cukup."


ketawa.com

Ucok Menangis Sepulang Sekolah


Pulang sekolah si Ucok nangis.

Bapaknya heran dan bertanya: "Kenapa kau menangis Ucok??"
Ucok: "Aku diusir Bu Guru Pak..."
Bapak: "Bah..! Kenapa kau diusir??"
Ucok: "Bu Guru nanya.. siapa yang tandatangan teks proklamasi?"
Bapak: "Lantas kau jawab apa?"
Ucok: "Bukan aku Bu... Sumpah! Bukan aku, Bu!!"
Bapak: "Ah, kaupun..?! Ngaku sazalah kau, apa salahnya?? Zaman sekarang susah masuk sekolah..!"
Ucok: "Iya.. Iya Pak yaaa!"

Esoknya si Ucok pulang cepat.. Dengan tampang yang lebih kusut lagi..

Bapak: "Massam mananya Ucok??"
Ucok: "Aku diskors Pak.. 3 hari.. gara-gara aku ikuti omongan Bapak."
Bapak: "Bah! Apa pulak nya maksud gurumu itu??... Ayo kita balek ke sekolah kau. Biar aku kasi tahu Guru kau yang sebenarnya."
Di Sekolah

Bu Guru: "Wah.. selamat pagi Pak Ucok, ada perlu apa nih?"
Bapak (bicara pelan): "Begini Bu Guru... aku mau kasi tahu Bu Guru tentang teks proklamasi itu.."
Bu Guru (bengong): "Yah.. kenapa Pak Ucok??"
Bapak: "Sebenarnya ibu Guru salahlaaah... Masak si Ucok yang ditanya? Kan waktu itu dia belum lahir Bu?"
Bu Guru (makin bengong): "Trus?"
Bapak: "Begini Ibu, ini terus teranglah ya... yang sebenarnya ... yang menanda tangani teks Proklamasi itu...saya , ibu...!"
Bu Guru: "Yaa ampun.. Pulang! Bapak pulang aja deh!!"

Di Jalan

Bapak: "Massam mana nya ini Ucok, kau nggak ngaku...salah. Kau ngaku salah pulak! Aku yang ngaku, salah zuga....Puusing kepalaku..!"

Tiba tiba mereka ketemu dg ompung dolinya si Ucok,

Ompung doli: "Bah!.. Darimana kalian? Kusut kali kulihat wajah kalian berdua?? Apa persoalan??"

Maka Pak Ucok pun mulai cerita sejak awal sampai mereka diusir Bu Guru... Ompung doli langsung ketawa ngakak.

Ompung doli: "Ha... Ha... Itu bukan persoalan besar...! Mana... mana teksnya? Biar kutandatangani...!"


ketawa.com

Beda di Penjara dan Menjadi Ibu Rumah Tangga

Di penjara, Anda mendapatkan tiga kali makan sehari.
Di rumah, Anda memasak tiga kali makan sehari dan berusaha agar anak-anak Anda mau memakannya.

Di penjara, Anda mendapatkan satu jam setiap hari di halaman untuk latihan dan berbaur.
Di rumah Anda bisa membersihkan halaman sehingga anak-anak Anda dapat menyebar lebih banyak mainan di situ sehingga Anda dapat pergi keluar dan membersihkannya lagi karenasi kecil tidak bisa tidur tanpa menyusun lego terbarunya.

Putus Asa Saat Memancing

Bapak Soecipto untuk pertama kali pergi memancing di tepi danau, ia menunggu di situ lama sekali dengan hati berdebar-debar, namun tak juga kelihatan ada ikan yang terkail. 


Seorang pengail yang duduk di sebelahnya berkata: "Umpan yang kamu berikan tak benar, ikan-ikan di sini hanya menyukai umpan yang baunya harum."

Soecipto segera pergi membeli umpan itu di toko peralatan pancing yang letaknya tak seberapa jauh dari situ, tetapi akhirnya hasilnya tetap nihil, yaitu tiada seekor ikan pun yang makan umpan dan terpancing. Seorang kakek mengatakan kepadanya: "Mengail ikan harus menggunakan umpan hidup!"

Pak Soecipto pun segera pergi membeli cacing, namun sampai matahari turun pada senja hari masih juga tak kelihatan ada ikan yang tertangkap dengan kail. Maka itu Soecipto akhirnya dengan geram mengeluarkan uang sebesar Rp. 20 ribu dari sakunya, lalu langsung melemparkannya ke dalam kolam itu sambil berkata:

"Aku benar-benar sudah tak ada jalan lainnya lagi, kalian ingin makan apa, ya belilah sendiri menurut selera masing-masing!"


ketawa.com

Rumus Membaca untuk Orang Sibuk

Jika anda memang hobi membaca,
Maka tinggalkan tulisan ini
Tapi jika anda belum hobi membaca
Namun tidak tahu cara mencintai dunia baca
Apalagi jika anda orang sibuk
Yang sulit meluangkan waktu untuk membaca
Maka tulisan ini memang untuk anda



Sebenarnya
Seorang pencinta dunia baca,
Akan selalu ada waktu untuk membaca
Tapi lain halnya dengan mereka yang tidak menemukan kenikmatan dalam membaca
Akan selalu tidak ada waktu untuk membaca, walaupun mereka sudah libur sepanjang masa
Intinya,
Adanya waktu untuk membaca,
Adalah karena kebutuhan
Tapi bagaimana jika anda seorang yang sangat sibuk?
Kapan waktu luang yang panjang tersedia untuk bisa membaca?
Lupakanlah menunggu waktu luang yang tersisa
Apalagi waktu luang yang panjang
Menunggunya, sama artinya menunggu selamanya
Coret dan lupakan konsep membaca diruang kosong
Belajarlah makan sambil berlari
Belajarlah bercinta disaat perang sedang berkecamuk
Belajarlah tidur dalam keadaan jaga
Dengan kata lain,
Membacalah sebelum tidur
Membacalah sehabis makan
Bahkan membacalah saat di toilet
30 menit cukup
Tapi jadikan itu ritual wajib anda
Dengan penuh suka cita tanpa beban tanpa target
Maka rasakan apa yang terjadi sebulan, setahun bahkan belasan tahun kemudian.

pintargoblok.com