Join Ardo's empire

Pelangi yang Bersemayam

Desiran angin malam ini sungguh begitu dingin, menusuk hingga kalbuku. Malam itu aku, seorang diri, tenggelam dalam pemandangan polos langit yang kelam. Tiada bintang-bintang menemaniku, hanya aku seorang diri. Malam itu aku teringat seseorang karena surat yang baru saja kutemukan dalam catatan pribadi lamaku. Surat itu dari seorang gadis, teman sekolahku ketika SMA dulu. Kutemukan surat itu terselip di dalamnya beberapa hari setelah aku menemukan buku catatanku yang sempat hilang itu.
Malam itu entah kenapa tubuhku bergerak sendiri mengacak barang-barang lamaku dan kemudian mataku tertuju pada sebuah buku catatan kusam. Buku itu ternyata catatan pribadiku sewaktu sekolah dulu. Di dalamnya aku menemukan sebuah amplop berisikan surat. Kubawa surat itu untuk menemaniku memandangi langit di atap rumah. Memandangi langit malam memang menjadi favoritku. Aku baru sadar bahwa semenjak buku itu dulu hilang dan beberapa hari kemudian ketemu, belum pernah kusentuh surat itu. Surat itu dalam sekejap membawaku terbang jauh ke dalam kenangan lamaku. Membenamkanku pada memori terindah yang pernah kuingat. Suasana dingin malam itu membuatku terbenam semakin dalam, hingga tanpa sadar aku sudah berada di dalam masa laluku. Di dalam kenangan itu.
2 tahun sebelumnya……
Bunyi bel sekolah terdengar nyaring berdentang. Pagi itu berjalan seperti biasanya. Ramai dan tak ada tanda-tanda terjadi sesuatu. Kakiku masih tetap berjalan pada jalurnya. Ketika itu aku masih mengenakan seragam SMA, lebih tepatnya kelas 12, tingkat terakhir. Hanya beberapa bulan saja setelah aku naik kelas, aku berada pada hari itu.
Hari itu di awali pelajaran yang kubenci, Matematika. Kursiku di pojok belakang kelas sungguh spesial, mengingat mampu menyembunyikan keberadaanku selama ini dari tatapan para guru. Pikiranku sama sekali tidak mau menerima materi Matematika ini. Aku hanya tertarik memandangi taman sekolah, seperti biasa. Rasanya tenang melihat betapa hijau nya tempat itu. Tentram dan nyaman. Hanya saja hari ini, aku melihat seorang gadis sendirian duduk disana. Akan tetapi….. tunggu. Aku belum pernah melihat gadis itu sebelumnya. Siapa dia? Wajahnya tenang dan aku melihat sesuatu hal dalam dirinya, tetapi aku tidak yakin apa itu. Kemudian pemandanganku buyar, ketika sebuah lemparan penghapus papan tulis tepat mendarat di atas meja belajarku.
“ Apa yang kau lakukan, Ahmad ? “
Sial. Kursiku berkhianat. Ia menampakkan diriku.
“ Tidak ada pak, hanya men-refresh otak dikit. “ pikiranku sulit menemukan alasan yang tepat.
“ Kamu ini alasan saja! Sekarang kerjakan latihan no. 5 ! kalau tidak bisa, kamu keluar dari kelas ini sampe jam kelas saya selesai! Cepat ! “ Emosi guru Matematika itu sudah terbakar.
Aku tidak suka seperti ini. Aku tidak suka dipaksa melakukan hal yang tak kusuka.
Dengan enggan aku mengerjakan soal itu. Hasilnya, kini aku berada di luar kelas. Mataku kembali ditarik ke arah gadis misterius di taman tadi. Seolah olah dirinya memiliki magnet yang begitu kuat. Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku saat itu, tetapi aku merasakan sebuah perasaan aneh yang aku sendiri tidak mengetahuinya. Ketika bel tanda pergantian pelajaran berbunyi , gadis itu kembali ke kelasnya. Tanpa sadar pikiranku melayang entah kemana, yang kutahu hanyalah aku menemukan diriku tertidur di dalam kelas ketika bel istirahat membangunkanku.
Apakah ini mimpi ? Apakah gadis itu nyata ?
Aku takut ini akan memulai kembali rentetan mimpi buruk yang pernah menghampiriku. Sesuatu hal yang dahulu kubuang dan aku takut hal tersebut kembali datang padaku. Saat semuanya tampak kelam di mataku. Saat orang yang sangat kucintai, orangtuaku, pergi meninggalkanku, selamanya. Meninggalkanku sendirian disini. Saat aku menganggap bahwa kehidupan tak ubahnya sebagai permainan kecil dari sebuah kebencian.
Mimpi buruk itu kemudian melahirkan sebuah bagian dari dirinya yang nyata, yang melebur bersama kehidupanku. Sesuatu yang aku harus terima tanpa bisa menolaknya. Itulah penderitaan. Penderitaanku. Tak ada yang bisa menolongku keluar dari takdir itu. Pada akhirnya aku mampu membuang mimpi burukku, setelah kerja kerasku melawan penderitaan dan kebencian itu. Mimpi buruk itu pergi dariku. Hanya saja serpihan-serpihan keduanya yang berasal dari bagian nyata masih bersemayam dalam kehidupanku. Rasa kesepian.
***
Beberapa hari kemudian, aku kembali melihat gadis itu di taman, tampak sedang menulis sesuatu. Kuperhatikan dia terus dan tanpa kusadari tiba-tiba dia menoleh padaku. Aku sedikit kaget. Namun, ada pandangan janggal di matanya, seakan aku adalah sesuatu yang tidak ada, dan kemudian gadis itu pergi. Ya, gadis tanpa nama. Entah kenapa, perasaan aneh itu kembali kurasakan, cukup kuat untuk bertanya-tanya siapa gadis itu.
Hari itu, pelajaran seperti biasa, membosankan. Ketika menuju jam pulang, hujan turun. Tangisan langit itu menunda kepulanganku ke rumah karena aku lupa membawa payung. Bahkan ketika sekolah perlahan mulai sepi, langit masih saja menangis.
Bosan menunggu di depan kelas, aku iseng duduk di samping rumah tanaman di belakang kelas. Tempat itu jarang dijadikan tempat bersantai oleh murid lainnya karena mereka lebih suka berada di taman. Hanya aku saja yang menjadikan tempat itu sebagai teman sehari-hariku. Akan tetapi, hari itu aku menemukan seseorang disana, duduk sendirian. Kudekati orang tersebut dan dia…………….. adalah gadis misterius itu. Kulihat wajahnya basah oleh air mata. “Apa yang terjadi padanya?” Batinku bertanya.
“ Siapa namamu kawan ? Kamu kenapa nangis ? “ tanyaku pada gadis itu.
Gadis itu tidak menjawab. Ia masih terus menangis. Poni rambutnya menutupi sang wajah.
“ Hei, kamu baik-baik aja kan? Ada sesuatu yang salah? Jawab dong pertanyaanku, kan aku enggak ngapa-ngapain.. “ rasa kesalku sedikit terpecik keluar.
Gadis itu melihat kepadaku dan dia pergi ke sisi lain dari rumah tanaman tersebut. Bisa kulihat raut kesedihan mendalam di wajah gadis itu…… eh, tidak. Tidak hanya kesedihan, tetapi juga kebencian. Apa yang sedang terjadi padanya? Aku sungguh penasaran. Kudekati kembali gadis itu, sementara langit terus menangis untuk menunda kepulanganku. Gadis itu tetap menangis dalam diamnya. Seolah-olah ia tak berdaya menahan perasaannya, sehingga perasaan itu tumpah dalam tangisannya.
“ Maaf ya tadi kalo udah bikin tersinggung, aku hanya penasaran. Ya kalau ga mau ngomong ya gak apa apa.. “ ujarku.
Gadis itu melihat kepadaku lagi. Lalu dia merobek sebuah kertas dari bukunya dan menuliskan sesuatu :
Namaku Aisyah. Aku baik-baik aja.
“ Kamu ……….. “ aku cuma bisa termenung. Kini aku tahu kenapa ia menjawab pertanyaanku dengan tulisan. Gadis itu bisu. Gadis itu kembali menulis :
Ada apa? Kamu siapa ? pergi dariku !
“ Loh, kok di usir ? Hey, namaku Ahmad, dari kelas B.. “
Gadis itu menulis :
Sudah cukup caci maki yang kuterima hari ini. Jangan kamu tambah lagi.
“ Tidak tidak, aku disini tidak untuk menghinamu. Kita bahkan baru bertemu. Kamu anak baru ya? Aku ingin berteman denganmu.. “
Dan… semenjak itulah, aku berteman dengan gadis itu, Aisyah. Gadis itu adalah anak pindahan dari luar kota. Hari-hari nya kemudian banyak di lewatkan bersamaku, karena aku lah satu satunya orang yang berarti baginya. Aku seringkali menjadi penterjemah baginya ketika ia hendak berbicara dengan seseorang, walaupun ia mampu berbahasa isyarat.
Aku hanya ingin meringankan beban yang dipikulnya. Dia sama sepertiku, berjuang keras untuk mengusir mimpi buruknya. Sudah semenjak dulu ia seperti ini. Dari fase kanak-kanak nya hingga sekarang, tidak ada yang peduli padanya. Dia selalu sendirian.
Bisa kurasakan kalau bayangan kegelapan juga merasuki kehidupannya. Apalagi ketika ayah Aisyah meninggalkan ia untuk selamanya, bisa kurasakan pula bahwa ia mulai membenci kehidupan ini. Hanya caci maki yang ia terima dari orang-orang di sekelilingnya. “ Apa yang hendak dilihat dari orang bisu tak ber- Ayah ? “ tulisan Aisyah itu terus membekas di pikiranku.
Apa yang dilaluinya dalam kehidupan, sama dengan apa yang terjadi padaku. Berbeda denganku, jiwanya rapuh. Dia selalu menangis. Menangisi takdirnya. Menangisi barrier yang begitu tebal antara dirinya dengan orang lain. Tetapi dia memiliki sesuatu hal yang membuatnya kuat, Hatinya. Hatinya bahkan lebih kuat dari jiwanya yang rapuh. Hati yang dimiliki Aisyah adalah sebuah permata indah yang orang lain tak memilikinya. Dan di dalam hatinya aku melihat sesuatu.
***
Tibalah masa menuju ujian kelulusan. Hari itu seperti biasa aku duduk di sisi rumah tanaman belakang kelasku. Akan tetapi….. Aisyah tidak disana. Tidak seperti biasanya, Aisyah tidak berada disana. Aku mencarinya kemana-mana, tetapi tidak ketemu.
Ada apa gerangan ? pikiranku terus bertanya-tanya.
Aku khawatir terjadi sesuatu padanya. Jujur saja, aku sendiri merasakan sebuah perasaan baru ketika mulai mengenalnya. Perasaan itu masih lemah mulanya namun perlahan-lahan semakin kuat. Perasaan yang membuatku ingin terus bersamanya. Perasaan yang mampu mengikis serpihan-serpihan penderitaan dan kebencian yang masih menempel padaku. Aku bahagia bersamanya.
Satu jam setelah pencarian, barulah aku menemukan Aisyah duduk sendirian di samping taman. Dia…… kembali menangis. Hal yang kukhawatirkan ternyata memang terjadi. Dia hanya memberiku secarik kertas.
Aku tidak tahan lagi. Aku ingin secepatnya pergi dari tempat ini. Aku sudah muak dengan semua ini. Aku takut aku tidak bisa bertahan.
Aku terdiam. Mungkin ini saatnya aku harus jujur. Kupikir aku tidak perlu menyimpan ini lebih lama lagi.
“Aisyah, sebenarnya aku tahu apa yang kamu rasakan. Semuanya. Apa yang terjadi dalam hidupmu, juga terjadi dalam hidupku. Aku dan kamu terjebak dalam dunia yang sama, dunia yang penuh penderitaan dan kebencian. Hanya saja, bukan berarti kamu harus takluk kepadanya. Kamu memiliki sesuatu yang sangat kuat untuk melawannya. Itu adalah hatimu.”
“Coba buka matamu.” Aku kembali melanjutkan. “ Kamu lihat pohon-pohon itu, tidakkah kamu merasa tenang duduk di bawahnya? Jikalah kamu itu adalah kebencian yang kamu miliki dan kamu duduk di payungi oleh hatimu yang sekuat pohon itu, tidakkah kamu menjadi tenang dan tentram ? coba rasakan itu dalam dirimu. Coba rasakan kekuatan hatimu itu untuk melawan kebencianmu. Kebencian dan penderitaan itu takkan hilang sepenuhnya darimu, tetapi kamu bisa merasakan kebahagiaan. Sama sepertiku. “
Masih menangis, kemudian dia tersenyum senang kepadaku. Kemudian ia kembali merobek secarik kertas dan menulis :
Aku ingin keluar sepenuhnya dari kebencian dan penderitaanku. Tolong aku.
“ Hanya ada satu jalan dan aku sedang mencoba untuk menjalaninya. Untuk bisa menghapus semua itu, kamu harus menemukan orang yang berharga bagimu. Orang yang kamu cintai sepenuh hati tanpa melihat kekurangan apapun. Orang tersebut memiliki kekuatan yang akan melengkapi kekuatan hati seorang manusia untuk bisa keluar dari penderitaannya. Dan kamu tahu, aku sudah memiliki orang itu sekarang. “
Aisyah kembali menulis :
Siapa ?
“ Orang itu adalah………. “, lidahku sedikit terbelenggu.
“ Orang itu adalah …………………….. kamu. “ akhirnya belenggu lidahku lepas
Apa ?
Aisyah terkejut.
“Tak bisa kupungkiri, kamulah pelengkap kepingan hidupku yang hilang. Bersamamu aku merasa kuat menghadapi segalanya. Pada akhirnya aku tidak sendirian lagi. Untuk pertama kalinya aku bisa keluar dari penderitaanku. Dan itu ketika bersamamu. Aku selalu melihat pelangi di hatimu. Pelangi yang bersemayam di dalamnya. Pelangi tersebut memberiku warna kekuatan untuk bisa keluar dari penderitaan itu. Pelangi itu selalu membuatku tersenyum.“
Aisyah cuma tersenyum kepadaku. Kali ini aku tidak bisa membaca apa maksudnya. Tanpa tulisan apa-apa lagi dia pergi dari situ. Aku tidak tahu bahwa itu adalah pertemuan terakhirku dengan Aisyah. Semenjak itu tidak sekalipun aku pernah bertemu dengannya lagi. Bahkan hingga masa kelulusan. Aku hanya melihatnya sekali pada saat acara kelulusan dan kemudian ia menghilang begitu saja. Hanya saja, ketika ujian kelulusan aku sempat kehilangan buku catatan pribadiku sebelum kutemukan kembali beberapa hari kemudian.
***
Aku tersadar dari kenanganku. Langit malam masih setia menemani. Surat itu masih tertutup rapi di tanganku. Aku penasaran dengan isi surat itu. Inikah jawaban Aisyah atas sesuatu yang kuungkapkan dahulu kepadanya ? tidak terlalu yakin juga sebenarnya. Kurobek tutup surat itu dan ku keluarkan isinya, sebuah surat yang lumayan panjang. Tanpa alasan lain lagi, kubaca surat itu.
Ahmad. Mungkin ketika kamu membaca surat ini, aku sudah tidak ada lagi disini. Aku telah berada di suatu tempat dimana aku seharusnya berada. Ahmad, aku sangat senang melewatkan hari-hari bersamamu. Untuk pertama kalinya aku merasakan kembali kebahagiaan itu setelah sekian lama kutenggelam dalam mimpi buruk. Sama seperti yang kamu rasakan. Aku yang sebelumnya hanya seorang gadis yang pendiam, penyendiri, pemurung, dan membenci orang lain, telah kamu ubah menjadi seorang gadis yang selalu tersenyum. Kamu berhasil membuatku tersenyum. Perlahan-lahan kamu hapus penderitaanku dengan kebaikan hatimu. Ketulusan hatimu mampu meruntuhkan dinding-dinding tebal yang melapisi jiwaku. Apa yang kamu maksud dengan “ Pelangi di hatimu “ sejujurnya aku tidak tahu harus berkata apa..
Ahmad, ketika kamu menemukanku dalam keadaan menangis dan kemudian mengungkapkan semuanya padaku, sejujurnya aku sudah punya jawabannya. Akan tetapi, aku tidak mau mengatakannya pada hari itu. Aku menuliskan jawabannya pada tempat dimana hanya aku dan kamu yang berada di sana semasa sekolah dulu, untuk sekadar bercengkrama.
Nb : Aku simpan jawaban itu pada benda yang menempel pada dinding..
Suatu tempat dimana aku dan dia bercengkrama……….. emm, memoriku berhenti pada kata “ belakang kelas ” . Ah ya, aku bisa mengingatnya. Rumah taman belakang kelas. Dan benda yang menempel….. hm, sepertinya aku tahu itu. Dalam malam yang tenang itu, sekejap pikiranku kembali melayang dalam lamunan yang begitu indah. Aku tertidur dalam buaian udara malam yang dingin menusuk kalbu.
Keesokan harinya kutemukan sebuah secarik kertas kecil bertuliskam namaku dalam kotak saran di sisi rumah taman belakang kelas. Isi kertas itu hanya pesan singkat yang membuatku tenggelam dalam pikiranku kembali.
23 Juli. Pukul 3 sore di tempat kamu pertama kali bicara denganku.
Tempatku pertama kali bicara dengannya adalah tempat ini. Tempatku memulai kenangan terindah. Tetapi…. surat ini ditulis dua tahun yang lalu. Akankah ia datang sekarang ? Aku meragukan itu. Hari ini tanggal 23 Juli, sesuai dengan permintaan Aisyah dalam kertas itu. Kini hanya berselisih 2 jam saja dari yang tertera di kertas, tetapi rasanya jantung berdegup begitu cepat. Perasaan aneh langsung menjalar ke seluruh tubuh. Setelah sekian lamanya aku menantikan jawaban itu, kini harapan seolah-olah menghampiriku. Di sisi lain, sebuah mobil sedan sedari tadi terparkir di samping sekolah, sisi sebalik dari tempat dimana aku memarkirkan motor. Seorang gadis berada di dalamnya menanti seseorang.
23 Juli, 03:00 PM
Aku datang ke rumah taman dengan sedikit harapan. Harapan yang dulu hampir terkubur. Ketika sampai disana, terlihat olehku seorang gadis yang sedang mengamati bunga mawar disana. Siapa dia ? Apakah gadis itu Aisyah ?
“ Bunga yang indah ya. Aku tidak pernah bosan melihatnya. “ aku berpura-pura bicara sendiri.
Gadis itu hanya tersenyum.
“ Maaf, aku hanya sedang menunggu teman lamaku. Aku menantikan sebuah jawaban darinya. Aku memang menyukainya sejak dahulu.. emm.. maaf ya jadi curhat begini.. “ ucapku tergugup.
Gadis itu hanya tersenyum dan melihatku dengan tatapan yang menurutku adalah sebuah tatapan entah bahagia atau senang.
Gadis itu kemudian pergi ke tempat dia memarkirkan mobilnya. Jika memang ia adalah Aisyah mengapa ia ………… sedetik kemudian ia berbalik dan memberiku sebuah surat. Setelah itu ia kembali pergi. Aku melihat sedikit air mata mengalir di pipinya. Kemudian, kubuka surat itu.
Ahmad. Kemanapun kamu berusaha mencari jawabannya, tidak akan pernah bisa kamu temukan. Bahkan kamu tidak perlu mencarinya. Jawabannya ada disini, bersamaku. Jika kamu penasaran dengan jawaban itu dan kemudian siap untuk mengetahuinya, aku akan kembali dan terus menunggumu di tanggal dan tempat yang sama. Bahkan jika harus menunggu hingga 5 tahun lagi, akan tetap kulakukan dengan wajah bahagia seperti yang kamu lihat tadi .
SELESAI

kmpasiana.com
Comments

No comments :